B. Indonesia

Pertanyaan

Teks 1
Sebelum peristiwa malam itu - yang akan kuceritakan nanti, Idang dikenal sebagai perempuan kurang waras. Kerap mengamuk kesurupan, dan meracau menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang aneh. Kepada orang-orang ia sering mengatakan, ”Ada ular-ular besar menyusup dalam mimpiku. Ular itu bukan mimpi, tapi ular yang menyusup dalam mimpiku. Dalam mimpi juga aku sering bertemu Ayah.”
Idang memang tak seperti kebanyakan perempuan lainnya yang hidup di pegunungan Meratus. Ia suka memanjat pohon, hal yang hanya pantas dan perlu kekuatan seperti dimiliki anak laki-laki. Ia juga kerap melakukan perjalanan sendiri ke hutan-hutan terdalam, hutan-hutan terlarang.
”Aku banyak menemukan makhluk-makhluk aneh di sana. Mereka bersahabat,” ceritanya kepada teman-teman sebaya, yang karena cerita semacam itu pula menyebabkan ia perlahan-lahan dijauhi teman-temannya. Namun ia mengaku tak pernah merasa kesepian. ”Teman-temanku di dunia lain jauh lebih banyak,” seseorang bercerita kepadaku menirukan ucapannya.
Tabiat ini kemudian dikait-kaitkan orang dengan almarhum ayahnya yang seorang balian, seorang dukun kesohor. Ayahnya dikenal sebagai panggalung, dukun sakti yang karena karismanya sanggup memanggil, mengikat, dan mendatangkan orang-orang dari kampung-kampung jauh. Ayahnya meninggal kala ia usia 12 tahun. Ibunya lebih dulu tiada, tak tertolong saat melahirkannya. Entah dari mana mulanya, kenyataan itu membuat Idang dianggap sebagai pembawa kemalangan dalam hidup.
Teks 2
Mahmunah mengurut satu demi satu jari tangannya, seolah menghitung dan takut salah satu jarinya hilang. Dia menatap silau atap seng warung yang berjejer di hadapannya.
Sesiang ini belum ada seorang pembeli pun yang singgah di lapak dagangan Mahmunah. Bergulung lembaran sirih, daun gambir, pasta gambir, pinang muda yang telah dibelah-belah kecil, ibarat barang tak berguna saja.
Mahmunah tahu, bahwa dibanding rokok, barang dagangannya mungkin kalah menarik. Siapa coba yang senang menyirih? Orang-orang lebih senang mengulum gula-gula, atau menyedot sehingga pipi kempot, berbatang sigaret berbagai merek. Kendati sigaret berharga mahal, bahkan diembel-embeli memberi mudarat di bungkusnya -bisa mengakibatkan berbagai penyakit- orang-orang tetap bengal mencintai sigaret. Bahkan dengan harga yang menyamai dua kilo beras per bungkusnya, mereka seolah tutup mata. Tutup telinga mendengar ocehan istri di rumah, misalnya, bahwa lebih baik membeli beras ketimbang sigaret.
Mahmunah memercik-mercikkan air ke atas daun sirih agar tetap terlihat segar. Seorang bocah yang melintas di hadapannya, dipanggil Mahmunah.
“Ada apa, Nek?” Bocah itu mendekat. Ingusnya berleleran. Dengan ujung lengan baju, si bocah mengapus leleran ingusnya.
“Pesankan aku segelas kopi kepada Mardiansyah. Sisanya, belikanlah barang sesukamu.” Mahmunah menggumpal lembaran uang, lalu menggenggamkannya ke tangan bocah itu. Secepat kilat bocah itu melesat menembus pasar yang lengang.

Jelaskan perbedaan tema kedua cerpen di atas!

1 Jawaban

  • perbedaan nya adalah di cerita pertama di ceritakan seorang anak perempuan yg aneh dan di cerita kedua di ceritakan seorang yg menuruh anak kecil membeli sesuatu di warung

Pertanyaan Lainnya